Prabu Yudhistira, membuatnya yakin bahwa ia akan berhasil dengan tugasnya membuka jalan bagi pasukan Pandawa.Ia perintahkan saisnya Sumitra untuk memacu kudanya, dan melesatlah kereta kuda itu bagai panah lepas dari busurnya menuju pusat Chakrawyuha. Barisan Pandawa segera mengikuti dari belakang.Abhimanyu melancarkan panah-panahnya pada dua kelompok pasukan di kanan dan kiri, dan ketika barisan ini bergerak memutar, Sumitra mengarahkan kereta pada ruang kosong yang tinggalkan pasukan yang kini tak bernyawa itu dan kereta itupun berhasil menerobos masuk formasi itu.Namun tak sesuai rencana, rupanya pasukan Hastina mencium rencana Pandawa sehingga segera setelah Abhimanyu masuk, sebagian pasukan di lapis kedua menutup ruang kosong itu atas komando Jayadrata dan formasi itupun tertutup kembali. Pasukan Pandawa kini harus berjuang kembali membuka formasi itu, namun tak ada yang tahu rahasia yang hanya diketahui Abhimanyu, dan tertahanlah pasukan Pandawa di luar Chakrawyuha.
Kini Abhimanyu terkurung di tengah formasi. Ia tahu kini ia tinggal sendirian. Tak ada jalan lain baginya kecuali berjuang di dalam kurungan pasukan Hastina itu. Ia lancarkan panah-panahnya untuk membuka lapisan demi lapisan
Chakrawyuha. Di setiap lapisan formasi ia harus bertarung dengan para kesatria utama Hastina. Tapi tak ada seorang pun dari mereka yang dapat mengalahkan kehebatan anak Harjuna. Mereka yang berani mendekat ia hadapi dengan pedangnya yang menyambar-nyambar bagai kilat. Berturut-turut Salya, Karna, Dursasana, Sangkuni, satu persatu mencoba melumpuhkan kesatria muda ini namun tak ada seorang pun yang berhasil. Tubuh-tubuh mereka bercucuran darah disambar panah-panah Abhimanyu.
Pasukan Hastina pun porak poranda. Formasi Chakrawyuha berantakan, kecuali lapisan depan di bawah komando Jayadrata yang berjuang mati-matian menahan pasukan Pandawa agar tak bisa memasuki formasi yang kini berantakan di dalam itu.
Abhimanyu terus mengamuk meluluhlantakkan pasukan Hastina, bagai api yang membakar hutan yang kering di musim kemarau. Ratusan pasukan Hastina bergelimpangan, dan nyata-nyata kemenangan Hastina kini beralih pada pasukan
Pandawa. Laksmana putra prabu Duryudana kini menyerang. Kedua kesatria cakap ini pun beradu pedang cukup lama, namun kesaktian Abhimanyu dapat mengalahkan putra mahkota Hastina dan gugurlah Laksamana.
Prabu Duryudana yang marah bukan kepalang dengan gugurnya anak yang disayanginya melesat maju dan menyerang, namun terpaksa berbalik kembali karena kewalahan dengan amukan panah-panah anak Subadra.
Pendeta Dhorna hanya dapat berdecak kagum dan melontarkan kata-kata pujian melihat sepak terjang anak muda ini, kehebatannya sama dengan ayahnya, murid yang paling ia kasihi, kalau tidak melebihinya.
Duryudana kesal dengan sikap sang resi, dan memerintahkannya untuk segera mengatasi kekalahan ini.
Tak ada yang akan mampu mengatasi anak ini lewat duel, kata resi Dhorna, bahkan dirinya pun tak akan dapat melumpuhkannya. Tak ada jalan lain bagi mereka, menurut Dhorna, kecuali melancarkan serangan secara bersama-sama.
Demikianlah, aturan peperangan itu untuk pertama kali dilanggar. Kesatria-kesatria utama Hastina bersama-sama menghadapi anak Subadra. Abhimanyu yang melihat kelicikan ini mencaci mereka, para kesatria utama Hastina, dan
menantang satu persatu untuk duel secara kesatria. Namun tak ada yang menghiraukan tantangan ini. Mereka membentuk formasi baru, mengurung Abhimanyu dari segala arah dan melancarkan panah-panah mereka pada
Abhimanyu. Ketika Abhimanyu mengarahkan panahnya pada Salya, Karna yang berada di belakang Abhimanyu melepaskan panahnya, mengarah pada busur Abhimanyu dan patahlah busur itu. Salya yang terlepas dari ancaman maut melepaskan anak-anak panahnya pada kusir Sumitra dan Sumitra pun perlaya. Sementara Dursasana
melepaskan panah-panahnya pada kuda-kuda Abhimanyu, dan tersungkurlah kuda-kuda itu. Abhimanyu melocat dari keretanya, kini ia hanya bersenjatakan pedang, berdiri di tanah siap menghadapi keroyokan kesatria Hastina.
Namun ia tak gentar dengan keroyokan ini. Ditebasnya setiap pasukan Hastina yang mendekat, dipatahkannya panah-panah yang mengarah pada tubuhnya.
Namun kembali Karna berhasil melepaskan panah-panahnya dan mematahkan pedang Abhimanyu.
Abhimanyu segera mengambil gada dari pasukan Hastina yang mati, dan ia pun kembali mengamuk dengan gada, menyebabkan kematian puluhan pasukan Hastina. Namun gada ini pun berhasil dihancurkan panah-panah sakti Resi Dhorna.
Kini tak ada senjata yang tersisa di tangan anak Harjuna. Sementara panah-panah tertancap pada tubuhnya dari berbagai arah, yang dilancarkan para kesatria Hastina.
Tak kehilangan akal dan keberanian, Abhimanyu meraih roda keretanya yang porak-poranda, ia gunakan sebagai tameng sekaligus alat penghancur. Dengan tubuh bagai landak karena panah-panah yang menancap, ia putar-putar roda itu sambil menyerang setiap tentara Hastina di depannya. Kembali puluhan pasukan Hastina bergelimpangan.
Namun kembali resi Dhorna dapat menghancurkan roda itu dengan panah-panahnya dan kini Abhimanyu kehilangan semua senjata. Sementara tubuhnya pun makin lemah, ia mulai limbung, darah bercucuran deras akibat puluhan panah yang memanggang tubuhnya. Dan akhirnya ia pun jatuh terduduk karena kelelahan dan rasa sakit yang luar biasa. Dursala anak Dursasana yang berada dekat tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia segera meloncat dengan gadanya, sekuat tenaga ia pukulkan gadanya ke kepala Abhimanyu, dan Abhimanyu pun tersungkur. Gugurlah putra Harjuna yang luar biasa ini.